Sembilan dari tiga puluh satu
Sebagai penikmat film, mendekam di rumah bisa disebut sebagai anugerah. Akhirnya saya bisa menikmati film-film yang sudah ditandai sejak lama. Walaupun saya lebih memilih untuk menonton di bioskop ditemani secangkir cokelat panas dan jagung letup berlapis bubuk oreo, tetapi saya juga tak menolak kesempatan untuk menikmati film sembari berselimut dan berharap koneksi internet tidak lambat.
Seiring bertambahnya umur, preferensi genre film saya semakin mengerucut. Saat ini saya menyukai film bergenre drama (keluarga maupun romantis) dan horor. Saya paling tidak bisa menahan kantuk saat menonton film animasi ataupun kartun. Tubuh saya juga tidak terlalu kuat ditempa oleh film-film gore yang berdarah-darah. Oleh karena itu, teman-teman saya suka kesal saat mengajak saya untuk menonton di bioskop. Makhluk paling picky masalah film, ujar mereka.
Sepanjang rekam jejak saya menonton film, ada beberapa film yang memiliki adegan sangat memukau dan membuat saya melongo beberapa saat. Terkagum oleh cara sutradara dan sinematografer menangkap sebuah momen secara natural dan mampu menyentuh hati penonton. Nah, saya akan coba buat daftar adegan yang menurut saya sangat keren dan tak jarang memerah air mata.
Brooklyn (2017) - I want to be with him. I want to be with my husband.
Adegan yang paling membuat saya berlinang air mata terjadi nyaris di penghujung film, yaitu adegan pengakuan Eilis tentang pernikahan rahasianya. Selama adegan ini berlangsung, tidak ada musik latar sama sekali. Emosi penonton dibawa oleh gerak-gerik, ekspresi, hingga suara alami dari lingkungan sekitarnya. Bahkan suara langkah sepatu dan tutup pintu juga mampu menambah emosi film ini. Keren sekali!
Dead Poets Society (1989) - It is okay, Todd. It is okay.
Menerima kabar duka adalah hal yang paling menyebalkan. Terkadang kita berusaha untuk merasa baik-baik saja dan menghibur diri, tetapi semuanya malah terasa lebih menyedihkan. Salah satu adegan film ini memotret rasa duka dan penghiburan diri dengan sangat manusiawi, jujur, dan tentu saja menguras air mata. Salah satu performa Ethan Hawke terbaik, menurut saya.
Little Women (2019) - Joe, we did not compare grandfathers.
Tujuh tokoh di dalam sebuah adegan dengan konflik masing-masing dan semuanya terekspos dengan sangat baik. Jika tidak dieksekusi dengan baik, adegan ini akan sangat gagal dan terkesan sangat ribut. Beruntung sekali sang sutradara, Greta Gerwig, mampu mengefektifkan setiap blocking dan percakapan dengan sangat baik.
Dua Garis Biru (2019) - Kamu pikir gampang jadi orang tua?
Nyaris sama dengan Little Women, adegan di UKS dalam film ini sangat berpotensi menjadi adegan yang chaotic. Enam tokoh berkarakter beda dengan emosi yang sedang memuncak direkam secara apik. Hal yang paling saya sukai? Teknik pengambilan adegan tanpa jeda selama enam menit! Terlihat sekali kepiawaian Gina S. Noer selaku sutradara dalam mengarahkan setiap adegan.
Call Me By Your Name (2017) - You had a beautiful friendship and I envy you.
Sebagai seorang anak lelaki yang jarang sekali mengobrol dengan sosok ayah, adegan antara Elio dan ayahnya di penghujung film mampu membuat saya menangis. Sepanjang adegan ini, sang ayah memberikan banyak sekali wejangan kepada Elio. Terdengar biasa? Perhatikan setiap detail gerak tubuh, kata-kata sang ayah, tatapan Elio, hingga nuansa film pada adegan ini. Saya rasa, kamu juga akan tersentuh.
Daftar adegan film favorit saya akan dilanjutkan pada hari-hari selanjutnya, ya! Coba ditonton dulu lima film tersebut dan resapi setiap adegan yang saya sebutkan. Mungkin, kamu bisa menikmatinya juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar