Jumat, 25 Januari 2019

Halo, 2019!

Dua puluh lima hari sudah luruh begitu saja. 2019 terasa lebih menenangkan daripada awal tahun lalu. Pada tanggal yang sama tahun lalu, saya sedang mengudara bersama tujuh teman saya untuk menuju Australia. Menikmati setiap debar gugup dan senang sembari menyaksikan film Hidden Figures yang disediakan oleh pihak maskapai. Sensasi pertemuan pertama dengan Bree dan Jeff masih terasa. Guyuran hujan menyambut kedatangan saya di kota Melbourne saat itu.


Saat menulis catatan ini, saya sedang menikmati sebuah cinnamon roll dan secangkir kopi di Maxx --sebuah kedai kopi andalan Bandung Indah Plaza. Sebelum makanan dan minuman itu saya santap, saya memeriksa dua lembar kerja murid kelas 10. Beberapa hari yang lalu, saya mengajarkan tentang teks biografi kepada para murid. Saya sempat berkata;

Teks biografi bukan hanya milik orang-orang besar. Bukan hanya milik Albert Einstein dan W.S. Rendra. Tidak eksklusif untuk para presiden yang telah memajukan negara. Inti dari pembelajaran teks biografi itu; kalian tahu sejarah hidup seseorang dan dapat memetik pelajaran hidup setelahnya.

Apa yang kamu ingin contoh dari seorang Albert Einstein? Apa yang membuat W.S. Rendra menjadi sastrawan berpengaruh? Kalian juga boleh membuat teks biografi berisikan kehidupan teman kalian. Sangat diperbolehkan. Kenapa? Setiap manusia memiliki perjalanan hidup masing-masing. Dari setiap perjalanan itu, ada banyak hal yang bisa dipelajari oleh pembaca. Jangan anggap kehidupan kalian tidak bernilai.

Setelah saya memaparkan materi, pertanyaan saya lontarkan kepada mereka.

Bagaimana sejarah hidup kalian?

Mereka menuliskan pembabakan hidup mereka semenjak tahun kelahiran hingga tahun 2019. Ada yang menuliskan pengalaman pertama ia tenggelam dan pelajaran yang ia dapatkan dari pengalaman tersebut.


Saat membaca hasil kerja mereka, satu pertanyaan muncul di benak saya;

Apa sejarah yang akan kamu tulis tahun ini, Zain?

Sebuah pertanyaan yang terdengar mudah, namun sulit untuk merangkai jawabannya. 

Pada awal tahun 2019, saya menuliskan beberapa capaian yang ingin saya usahakan. Beberapa capaian adalah abun-abun tahun lalu yang tidak tercapai. Berikut ini merupakan capaian saya tahun ini.

Membaca (minimal) tiga puluh buku yang didominasi oleh buku nonfiksi. Saya tidak membaca banyak buku tahun lalu; hanya tujuh belas buku fiksi. Itu artinya satu atau dua buku setiap bulannya. Menyedihkan sekali, kan? :')

Hingga detik ini, saya sudah membaca tiga buku; Xenoglosofilia-nya Ivan Lanin, Dear Tomorrow-nya Maudy Ayunda, dan kumpulan puisi Love Her Wild-nya Atticus. Sebuah awal yang baik untuk tahun 2019. 

Selain membaca buku, saya juga ingin menonton (minimal) tiga puluh film. Empat film sarat makna sudah saya tonton; First Reformed, Roma, Keluarga Cemara, dan Boy Erased. Tinggal dua puluh enam film nih. 

Pada tahun ini, saya ingin bergaya hidup lebih sehat. Untuk teman-teman yang mengenal saya sebagai pembenci sayuran, saya memiliki kejutan nih. Saya sudah mulai menyantap sayuran. Saya tentu saja tidak langsung menjadi seorang vegan. Mengabaikan pesona semangkuk bakso itu sangatlah sulit. Walhasil saya menentukan sebuah jadwal; empat hari dalam seminggu saya akan memakan sayuran. 

Selain itu, saya sudah rutin berolahraga setiap akhir pekan. 

Saya juga mengharapkan bisa lebih ramah lingkungan.

Capaian lainnya saya simpan untuk diri sendiri. Saya akan menuliskan perkembangan capaian-capaian tersebut pada tulisan selanjutnya. :)

Inti dari tulisan ini:

Saya ingin belajar untuk lebih dewasa melalui buku, film, dan gaya hidup yang saya pilih. Sejarah yang terukir tahun ini akan saya pastikan lebih indah daripada tahun kemarin. 

Bagaimana dengan kalian? Apa sejarah yang akan kalian ciptakan tahun ini?

Sabtu, 05 Januari 2019

Terima Kasih, 2018!

Seseorang pernah berkata bahwa perasaan manusia memengaruhi cara waktu bekerja. Semakin rindu seseorang terhadap suatu hal, maka semakin lambat juga waktu bekerja. Tentu saja itu hanyalah konsep perasaan, bukan sesuatu yang nyata dan konkret. Waktu tetap berjalan sesuai aturannya. Perasaan manusia memang sering kali berlebihan terhadap apa pun yang menyangkut jarak dan rasa.

Iya, kan? 



2018 adalah tahun yang fluktuatif dan sangat mengaduk emosi. Kepergian saya ke Australia  pada awal tahun menguarkan rasa gugup yang berlebihan. Merasa tidak cukup pintar, tidak mampu berbahasa Inggris yang baik dan benar, tidak bisa mengikuti aturan kurikulum yang berlaku, dan tidak sanggup menciptakan jarak dengan seseorang sukses membuat saya gentar. Pengalaman saya di sana tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana.

Jika saya harus merangkum 2018 dalam satu kata, kagum adalah kata yang cukup representatif. Sumber kekaguman saya berasal dari diri saya sendiri dan pengalaman yang saya dapat selama sebelas bulan berada di Australia.

Saya kagum karena rasa rindu kampung yang muncul pada pertengahan tahun berhasil saya redam.

Saya kagum pada pribadi saya yang berani untuk menginjakkan kaki di tanah asing.

Saya kagum karena jarang sekali saya menangis di toilet kantor, sekeras apa pun pembelajaran di kelas berlangsung.

Saya kagum pada diri saya yang sudah kuat diterpa keterasingan selama sebelas bulan nonstop.

Saya melalui 2018 dengan susah payah. Kasarnya, 2018 diawali dengan sangat manis dan diakhiri dengan sadis. Untung saja, beberapa nama membantu saya untuk terus melalui hidup dengan penuh senyuman. Adil rasanya jika saya menuliskan nama-nama tersebut pada tulisan ini.

Agung | Vera | Asri | Anggi | Devi | Addinda | Cheri | Restika | Rena | Teh Erni | Ferani | Farih Ika | Figia | Shofiana | Alifia | Adi | Ghea | Erma | Ninda | Yulia | Vicky | Ajeng | Akbar | Diva | Aksani | Fahmi | Aditia | Reqy | Billy | Ryan | Ihsan | Michelle | Rebecca | James | Lolita | Georgina | Ollie | Ben | Tim | Darcy | Alex | Kayla | Monique | Brianna | Paul | Ahmad | Alena | Dira | Rusman | Putra | Karintania | Monik | Ari | Robita | Rika | Oki | Refal | Ibe.

Nama-nama yang tercantum tidak akan mendapatkan girik potongan harga dari perusahaan mana pun.

2019, saya sudah siap!