Senin, 25 Mei 2020

Menjabarkan Kata Milikmu (2)



Tulisan ini merupakan bagian kedua dari seri 'Menjabarkan Kata Milikmu' yang sempat dipublikasikan pula pada 13 Mei 2020. Pada bagian kedua ini, ada sepuluh kata yang siap menemukan kisahnya masing-masing. Saya sampaikan terima kasih atas kata-kata indah yang sudah kalian berikan di cerita Instagram milik saya. 

/ televisi /
Rembulan sudah jatuh ke barat langit. Tidakkah kantuk menghampirimu malam ini? Sudah tidak ada acara apa-apa di layar yang kausimpan di depanmu itu. Hanya ribuan semut yang berdengung dan memecahkan kesunyian. Apa itu yang kaurasa lebih baik untuk saat ini? Menikmati bising yang tak berarti daripada mendalami lengang yang membuatmu nyeri?

/ kecewa /
Satu-satunya yang membuat hidupmu miris adalah dirimu sendiri. Menyayangi orang lain yang tak memberikan kasih sayang yang sama. Khawatir pada orang yang tak acuh. Memedulikan sosok yang bahkan selalu hilang pada saat bahagia berpihak padanya. Bukankah kamu seharusnya berhenti melakukan itu? Tak bisakah kamu menghormati hatimu? Menempatkan cinta pada titik yang tepat; dirimu sendiri?

/ bilur /
Sepasang manusia duduk berhadapan di depan kasur tanpa mengucapkan apa-apa. Satu jiwa menangis dan merasa tak pernah layak untuk siapa pun. Memar dan luka kering memenuhi sekujur tubuhnya yang tak berpenutup apa-apa. Dia merasa hancur dan tak pantas disandingkan dengan jiwa yang utuh seperti kekasih di hadapannya. Sang kekasih menggapai lengannya dengan halus dan mengecup luka di tubuhnya satu persatu. Tanpa jeda. 
Tanpa merasa ragu dan malu.

/ senawi /
Sudah cukup lama kapal ini berlayar dan daratan yang kutuju sudah mulai tampak. Sesampainya di dermaga, tak perlu lagi aku mengepel lantai yang dipenuhi abu rokok. Mengantarkan kopi hitam kepada nakhoda yang berlaga ibarat raja. Membersihkan kamar mandi yang berbau pesing. Satu-satunya yang akan kulakukan adalah berlari membelah desa dan menuju ke rumah ibu. Takkan aku pedulikan orang-orang yang menertawakan kedatanganku. Mencemooh keputusanku untuk meninggalkan rumah dan mendewasakan diri di rantau belasan tahun lalu. Menghakimiku sebagai makhluk durhaka yang meninggalkan surganya demi menjawab penasaran yang bercokol di hatinya. Tak akan aku pedulikan sama sekali. Satu-satunya yang aku inginkan adalah memeluk pusara ibu sembari memohon ampun. 

/ hai /
Adalah satu kata terbaik yang pernah muncul dari bibirku. Tanpa kata itu, pertemuan kita mungkin saja tak pernah terjadi. Takkan ada ciuman pertama kita yang tercipta pada malam pergantian tahun. Aku tak bisa melihat wajahmu merona saat sebuah kotak beledu merah ada di hadapanmu. Takkan ada sorak-sorai saat kautahu ada hati kita di dalam perutmu. Tak ada lantunan azan yang disertai tangisan seorang bayi-- pun tangisan dirimu, di sebuah kamar rumah sakit.
Adalah satu kata terbaik yang pernah muncul dari bibirku. Tanpa kata itu, hari tuaku takkan mencapai bahagia.

/ sidang /
"Aku hanya ingin manusia di samping saya ini enyah dan membawa seluruh kenangan bersamanya, Pak Hakim."

"Sangat egois. Mana ada manusia yang menyerahkan seluruh kenangannya kepada satu pihak? Kami menciptakan kenangan itu bersama, Pak Hakim. Bukankah lebih baik jika kenangan itu kami biarkan dalam hidup kami masing-masing?"

"Tak sudi. Aku lebih memilih lupa sempat menjalin hidup dan membayangkan masa depan denganmu."

"Tapi kenangan itu mendewasakan. Bukankah begitu, Pak Hakim?"

"Aku lebih memilih mengulang titik dewasaku dari nol. Tanpa kamu."

/ bayangan /
Sahabatku sedang tidak bisa berpikir jernih. Seharian ini, dia hanya memikirkan satu nama yang sudah menyatakan enggan untuk menjadi pendamping hidupnya. Baru semenit yang lalu ia akhirnya terlelap dengan mata sembab. Sesekali nama yang ia cintai terucap lirih di sela-sela tidurnya. Ingin aku sampaikan kepadanya bahwa terkadang dia tak perlu mencari seseorang yang jauh untuk mendampinginya. Terkadang masa depan ada di dekat bayangannya sendiri.
Menemani dia saat terjatuh. Menyelimutinya saat hatinya lumpuh.

/ konjungsi /
Namun dan tetapi adalah dua penghubung yang sama-sama berfungsi untuk menyangkal suatu pernyataan. Penggunaannya saja yang berbeda. Kamu harus menemukan tempat, waktu, dan suasana yang tepat untuk menggunakan sebuah penghubung. Gurumu sudah membicarakan hal ini sejak dirimu belum menyentuh umur tujuh belas. Berulang-ulang dengan penuh kesabaran.
Sudah terbiasakah kamu menemukan tempat, waktu, dan suasana yang tepat? Bukan hanya untuk menentukan konjungsi, melainkan untuk menentukan apa pun dalam hidup? Sudahkah kamu belajar dari kesalahanmu?

/ pulih /
Semalam aku berdoa kepada Tuhan agar kamu merasa lebih baik. Masa lalu tak lagi membangunkanmu dari tidur yang kaunantikan. Wajahnya tak lagi muncul pada setiap kamu memejamkan mata. Tak ada lagi sujud panjang karena kamu merasa malu dan gagal di hadapan Tuhan. Semoga damai memenuhi setiap lekuk hatimu. Aku mengirimkan doa ini kepada Tuhan karena kutahu hanya Ia yang mampu menenangkan gemuruh di dalam pikiranmu. Semoga lekas membaik.

/ ketupat /
Takbir yang mengantar pulang ramadan menyadarkan aku pada dua sosok; ayah dan ibu. Keduanya mampu menghangatkan aku saat rindu mulai menyesakkan dada. Namun, pada detik-detik seperti ini, tak ada yang lebih dibutuhkan selain tabah dan patuh. Melarungkan temu untuk beberapa waktu. Suatu hari nanti, jika rindu sudah layak untuk dibayar tuntas, aku akan memeluk pusara ayah  selama mungkin dan menyantap ketupat ibu semampuku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar