Selasa, 11 Desember 2018

Sampai Jumpa, Australia!


Hari ini adalah hari terakhir saya bekerja. Seperti biasa, kenangan menghantam saya tanpa ampun dan membuat saya harus ke toilet untuk menenangkan diri. Mata ini masih mata yang sama dengan awal tahun ini; tipe keran bocor yang mudah sekali mengalir air matanya. Ini menandakan salah satu harapan saya tahun ini tidak tercapai.

Ada banyak hal yang saya syukuri selama bekerja di sini. Berkelana akan mendewasakanmu, ujar seseorang. Apakah saya merasa seperti orang dewasa sekarang? Pada beberapa aspek, saya merasa bisa mempertimbangkan sesuatu secara lebih objektif. Saya bisa menahan kerinduan saya untuk pulang ke Indonesia. Terima kasih untuk siapa pun yang mencetuskan ide panggilan video!

Itu tanda orang dewasa, kan? Iya, kan?

Minggu lalu saya bersemangat untuk pulang dan bertemu dengan teman-teman saya di Indonesia. Perasaan itu berubah minggu ini karena saya mulai bingung dengan perasaan saya sendiri. Di satu sisi saya merasa lega karena seluruh tugas saya sudah selesai, namun di sisi lain saya enggan untuk meninggalkan anak-anak. Mungkin ini adalah sindrom yang sering menyerang perasaan para pengelana. 

Saya mengajar kelas 5 dan 5 pagi ini. Pada akhir sesi pembelajaran, Bu Nestor menyelamati saya karena sudah menyelesaikan masa kerja.

Thank you so much for your work, Zain. It has been a wonderful experience for us to learn about Indonesia in the way you taught the students this year. I really wowed by your technique. You will be a good teacher.

Semua murid mengiakan ungkapan tersebut.

Sebelum pernyataan tersebut disampaikan oleh Bu Nestor, saya merasa gagal mengajar di sekolah. Saya merasa tidak maksimal dalam mempersiapkan bahan ajar, pembelajaran yang saya lakukan sangat membosankan, dan keterampilan berbahasa Inggris saya yang terbatas membuat saya tidak bisa mengeksplorasi seluruh pemahaman saya secara maksimal. Saya merasa tidak mempromosikan bahasa Indonesia secara menarik. Intinya: saya tidak menjalankan tugas dengan baik.

Entah karena saya akan enyah dari sekolah atau memang seperti itulah figur saya selama di ruangan kelas, saya ditenangkan oleh ucapan Bu Nestor. Seluruh kecaman yang saya buat untuk diri sendiri seakan memudar. Melihat para murid menganggukkan kepala sembari tersenyum membuat saya terenyuh.

"Believe it or not, I am trying my best to hold my tears right now," kata saya sembari menyeka air mata

Mereka tertawa.

"Can you please come back to Australia and teach me at Warrnambool College?" tanya Maddie, salah satu murid kelas 6 yang paling jago berbahasa Indonesia.

Saya terdiam sejenak. Pertanyaan ini sudah menakuti saya selama beberapa hari. Semua mata menuju ke arah saya yang masih memikirkan jawaban. Sesekali saya memberikan senyum untuk mengisi sepi yang tercipta. Akankah saya kembali? Maukah saya kembali?

"To be honest, I don't know. I will be so happy to come back here, but I want to spend lots of time with my family and friends in Indonesia. I miss them so much. So I will say mungkin."

Beberapa murid tertawa, sebagian besar murid mencari arti mungkin di buku mereka.

Setelah menghabiskan dua sesi bersama kelas 5 dan 6 untuk terakhir kali, Bu Robyn (staf TU di sekolah) meminta saya untuk datang ke auditorium. Sepanjang perjalanan dari ruangan saya sampai auditorium, banyak murid yang meneriakkan kata-kata yang telah mereka pelajari di dalam kelas dan saya merespons teriakan mereka satu persatu.

"Selamat pagi, Mas!"
"Selamat pagi, Sam!"

"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh."
"Sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas...."
"Well, I will learn it again next year for the belas part."

"Sama-sama."
"....terima kasih?"

"Maaf, Mas."
"Bagus. But what are you apologizing for, Sienna?"
"Nothing."

"Nama saya Holly."
"Nama saya Zain."

"Saya tinggal di my house, Mas!"
"Saya juga!"

"MAS, COULD YOU PLEASE SAY BAGUS FOR ME, PLEASE?"
"BAGUS!"
"OH MY GOD MAS SAID THAT I'M BAGUS."

Saya hanya bisa tertawa melihat tingkah laku para murid yang menggemaskan. Siapa yang bisa berpisah dengan murid-murid humoris dan giat belajar seperti mereka?

Sesampainya saya di auditorium, banyak guru yang menyelemati dan mendoakan yang terbaik untuk saya. Ternyata seluruh staf mengadakan acara perpisahan untuk para guru yang akan pindah tempat kerja tahun besok. Seperti yang bisa ditebak, saya adalah satu-satunya staf yang beberapa kali menyeka air mata. Apalagi saat Bu Michelle menyampaikan ungkapan perpisahannya.

I want to say thank you for your hard work and wonderful interaction with staff and students this year, Zain. If some of you hadn't met him before, Zain is one of the volunteers who work as a language assistant. He did a really good job. Thank you for bringing joy to learning the Indonesian language. We will do our best for next year because we wouldn't have any assistants. Thank you for supervising Zara for the Indo competition. Wish us luck next year. We wish you all the best in the future....

Saya sangat ingin menyimak perkataan Bu Michelle, tapi kenangan saya meliar. Saya mengenang saat pertama saya bertemu Bree dan Jeff di bandara, menjelajahi perkebunan dan peternakan Kav, melatih anak-anak untuk mengikuti perlombaan, gelisah di ruang tunggu ujian berbicara, berpelukan dengan murid kelas 12, anak-anak kelas 8 mengucapkan selamat Idulfitri, dan beberapa adegan saat saya mengajar di kelas. Saya tidak menyangka jika satu tahun akan terasa seperti satu kedip. 

Lamunan saya buyar ketika tepuk tangan mulai bergemuruh. Beberapa guru menepuk pundak saya dan membisikkan good job. Acara ini menandakan akhir perjuangan saya tahun ini. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan apresiasi ini untuk diri saya sendiri:

"Terima kasih, Zain. Terima kasih sudah bertahan selama satu tahun ini. Terima kasih atas usaha yang sudah kamu lakukan untuk mengajarkan bahasa Indonesia. Kamu sudah melakukan yang terbaik dan saya bangga sekali. Sudah waktunya untuk beristirahat sejenak sebelum kamu mengajar kembali. Kamu sudah mengorbankan waktu dan tenaga untuk memaksimalkan pembelajaran. Kamu sudah sabar menghadapi berbagai perbedaan di dalam kelas. Terima kasih untuk tetap berdiri di depan kelas walaupun seluruh kosakata bahasa Inggris kamu hilang. Terima kasih sudah tetap bersemangat, walaupun banyak murid yang mengantuk di dalam kelas. Terima kasih atas senyum yang selalu kamu pahat setiap kali kamu mengajar di kelas. Kamu sudah berusaha."

Sampai jumpa, Australia. Semoga kita bisa bertemu lagi!