Senin, 09 September 2019

Memahami Gundala


Abimana Aryasatya and Tara Basro in Gundala (2019)
Diambil dari IMDB

Semua orang yang pernah menonton film dengan saya sudah tahu benar kalau genre film pahlawan super bukanlah favorit saya. Jika terpaksa harus memilih, saya akan lebih memilih film Kuntilanak Ngesot Mengejar Cinta Pocong Kejepit daripada film bergenre fiksi sains ataupun laga. Hal tersebut memicu sebuah perdebatan batin ketika saya mengetahui Joko Anwar (Pengabdi Setan, 2017) dipercaya untuk menjadi sutradara film jagoan berjudul Gundala. 

Haruskah saya menonton film tersebut karena Mas Joko adalah Sang Sutradara? Atau, haruskah saya melewatkan film tersebut?

Untung saja, nalar saya masih berjalan dengan baik. Prestise Mas Joko selaku seorang sutradara keren mengalahkan ego saya sendiri. Saya menonton Gundala untuk pertama kalinya bersama Vera. Sebuah keputusan yang sangat baik, tentu saja. Lalu, saya menonton film tersebut untuk kedua dan ketiga kalinya demi analisis film yang agak mendalam dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di otak saya.

Bagi yang belum tahu, Gundala merupakan karakter komik yang diciptakan oleh komikus kondang Indonesia, Hasmi. Komiknya dipublikasikan pada tahun 1969. Gundala versi komik sempat difilmkan pada tahun 1980-an dengan judul yang sama. Namun, Gundala masa kini bukanlah sebuah bentuk ulang film terdahulunya, melainkan sebuah film dengan skenario baru dan dipilih sebagai pembuka Jagat Sinema Bumilangit. 



Ada banyak hal yang saya sukai dari Gundala. Namun, ada pula unsur-unsur yang membuat saya mengerutkan dahi karena belum ketebak maksud pemikiran Mas Joko. Sekadar mengingatkan, tulisan selanjutnya mengandung beberan yang kalian (baca: para antibeberan) enggan untuk mengetahui sebelum menonton. Jadi, silakan tutup halaman ini sebelum kalian tercemar oleh informasi yang akan saya bagikan.

Mari kita awali dari hal-hal janggal yang belum saya temukan jawabannya.

PENGENALAN KELUARGA POLITISI MUDA
"Ini semua anggota legislatif?" tanya Sang Anak sembari memperhatikan sekeliling.
Ayahnya tersenyum. "Iya, mereka semua kolega Papa."

Seperti itulah kutipan percakapan yang saya ingat. Hal yang membuat saya kurang sreg adalah ketika Sang Anak yang disinyalir masih SD berkata kepada ayahnya dengan menggunakan frasa anggota legislatif. Saya semakin kurang sreg saat ayahnya juga menggunakan kata kolega untuk mendeskripsikan teman-teman legislatifnya. Secara personal, saya sih kaget dan menyeringai pas mendengarkan percakapan ini. Mungkin, Mas Joko dan tim punya maksud tersendiri saat menciptakan dialog ini.

PEMILIHAN ADEGAN MENGGUNAKAN CGI
Bagi yang belum tahu, CGI (Computer-Generator Imagery) adalah sebuah teknologi modern yang digunakan dalam dunia perfilman untuk memanipulasi gambar/video sehingga tampak lebih nyata. Nah, Gundala menggunakan CGI untuk menciptakan penggambaran yang lebih apik dan realistis. Namun, ada satu adegan yang, menurut saya, agak berisiko dan eksekusinya kurang tepat. Adegan tersebut adalah adegan di mana Sancaka dilempar dari atas gedung. Bagaimana menurut kamu?

HUBUNGAN KELELAWAR DAN KI WILAWUK
Adegan ini terjadi saat Ghazul (Ario Bayu) dan Ganda (Aqi Singgih) berhasil menggali bongkahan kaca berisi kepala Ki Wilawuk (Sujiwo Tejo). Saat itu, tiba-tiba banyak kelelawar beterbangan di langit sembari membuat formasi melingkar. Apakah hubungan kelelawar dengan Ki Wilawuk? Atau hanya sebatas efek visual untuk mencekamkan suasana? 

NASIB ANAK BAPAK

sekilas-tentang-anak-anaknya-bapak-di-film-gundala
Cecep Arif Rahman sebagai Swara Batin

Semua karakter anak bapak itu luar biasa kuat dan menarik untuk diamati. Namun, tiga anak yang mencuri perhatian saya adalah Swara Batin (Cecep Arif Rahman), Mutiara (Kelly Tandiono), dan Desti Nikita (Asmara Abigail). Sayangnya, waktu yang terbatas membuat penceritaan karakter para anak ini kurang tereksplorasi dengan menyeluruh. Adalah hak sutradara dan penulis naskah untuk mengarahkan nasib para tokoh, tetapi saya kok tidak ikhlas kalau para anak hanya muncul sebatas itu. Akankah mereka dikisahkan kembali?

Sulit untuk memikirkan sisi negatif dari film ini, mari kita bicarakan hal-hal lu ar bi a sa saja!

SINEMATOGRAFI YANG LUAR BIASA
Ical Tanjung (Pengabdi Setan, 2017) adalah seorang jenius. Sinematografi Gundala layak dipertimbangkan untuk menjadi pemenang Festival Film Indonesia. Saya dimanjakan oleh kualitas visual dan sudut pengambilan gambar yang sangat baik. Sebut saja adegan Sancaka Kecil (Muzakki Ramdhan) dan Ibu Sancaka (Marissa Anita) yang sedang berkejaran dengan waktu untuk mengejar Ayah Sancaka (Rio Dewanto). Atau, adegan Sancaka Kecil yang sedang dilatih bela diri oleh Awang (Faris Fadjar) di atas gerbong kereta yang sudah usang. Atau, saat Swara Batin muncul dan hendak membunuh Ridwan Bahri (Lukman Sardi). Atau, saat Gundala (Abimana Aryasatya) berhasil menghancurkan seluruh botol vaksin dan berjalan kelelahan di jalanan. Banyak sekali keindahan yang dihasilkan dari otak cerdas Mas Ical.

KUALITAS AUDIO YANG MENGGELEGAR
Bagian tata suara dijaga oleh Anhar Moha (Pengabdi Setan, 2017) yang sudah familiar dengan cara kerja Joko Anwar. Pengabdi Setan, mahakarya Mas Anhar, sudah memiliki tata suara yang keren. Namun, Gundala sudah menyentuh level yang lebih tinggi. Gundala menjadi film pertama Indonesia yang menggunakan tata suara Dolby Atmos. Jika kalian belum tahu, silakan meramban di mesin pencarian dan menonton Gundala di bioskop yang memiliki fasilitas Dolby Atmos. Rasakan sensasi suara petir yang terdengar nyata.

NASIB HIDUP SANCAKA
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Gundala adalah sebuah hasil alih wahana dari bentuk komik. Dalam situs Bumilangit, Sancaka versi komik dikisahkan sebagai seorang insinyur jenius yang sedang bertekad untuk menemukan serum antipetir. Namun, nasib hidup Sancaka versi Mas Joko tidak sama dengan buatan Mas Hasmi. Mas Joko nampaknya ingin menciptakan seorang jagoan yang lebih merakyat. Agar figur jagoan tidak hanya eksklusif dimiliki oleh orang-orang yang berilmu pendidikan tinggi saja. Tebakan saya, itulah mengapa Mas Joko membuat Sancaka berprofesi sebagai seorang satpam dan tumbuh di tengah-tengah wilayah industri. 
Perkembangan pola pikir Sancaka juga dibuat dengan sangat baik. Pada awal film, kita bisa mengetahui nilai hidup yang Ayah Sancaka tanamkan adalah karena kalau kita diam saja melihat ketidakadilan di depan mata kita, itu tandanya kita bukan manusia lagi. Pola pikir tersebut dipupuk dalam benak Sancaka hingga satu titik dia bertemu dengan Awang; seorang malaikat pelindung dan harapan Sancaka satu-satunya. Nilai hidup yang Awang sampaikan itu berkebalikan dengan Ayah Sancaka; jangan ikut campur urusan orang lain, kamu bakal selamat.
Sepanjang film, kita disuguhkan bagaimana mental Sancaka berkembang dari seorang satpam yang berusaha tidak mudah empati hingga menjadi seorang jagoan yang mementingkan kehidupan bersama.

DEPARTEMEN AKTING YANG SOLID
Perlu dijelaskan? Sudah lihat deretan nama pemeran karakter dalam film Gundala? Kalau sudah, lekas menonton. Hampir seluruh aktor dan aktris ini menyuguhkan penampilan yang memukau, khususnya Bront Palarae (pemeran Pengkor) dan Pritt Timothy (pemeran Agung).

SEBUAH KRITIK SOSIAL

Rakyat harus selalu bodoh. - Pengkor

Gundala bukan hanya sebatas film jagoan andalan Indonesia saja. Seperti ruh yang terdapat pada kata jagoan, ada sesuatu yang ingin ditumpas melalui film ini. Adalah kritik tajam yang dilayangkan oleh Gundala kepada kondisi politik saat ini. Jika kalian menyimak adegan persidangan, kalian bisa melihat seluruh karakter politisi itu memiliki perbedaan. Ada yang mementingkan diri sendiri, memilih sesuatu karena dia ingin masuk surga, memperlihatkan kejelekan sendiri, dan lain-lain. 

Mari kita lanjutkan dengan menganalisis beberapa kejutan yang terjadi di dalam film.

PETIR, SANCAKA, DAN GUNDALA

Hasil gambar untuk gundala 2019
Diambil dari CNN Indonesia

Sancaka Kecil sangat takut dan merasa dikejar-kejar oleh petir. Namun, saya berpikir Sancaka memang terlahir dengan petir di dalam jiwanya. Saya mulai berpikir demikian setelah Agung berteriak kepada Sancaka pada beberapa adegan ujung bahwa kekuatannya itu sudah ada dalam diri Sancaka sendiri. Lalu, duar! Petir bermunculan.
Petir dalam bahasa jawa disebut gundolo yang saya kira adalah awal mula dari nama Gundala. Namun, sepanjang film Sancaka tidak pernah menyebut dirinya sebagai Gundala. Hanya Ghazul yang menyebut Sancaka sebagai Gundala dan, tentu saja, membuat kita perlu mempertanyakan posisi Ghazul dalam lini masa penceritaan film ini. Kenapa dia merujuk Sancaka dengan nama Gundala?

VIRUS ANTIMORAL
Mas Joko nampaknya ingin memperlihatkan betapa masyarakat Indonesia mudah sekali termakan hoaks. Saya menyadari bahwa virus antimoral itu hanyalah hoaks semata. Tidak ada virus semacam itu. Hoaks itu sebenarnya hanya untuk menggiring para ibu hamil untuk mendapatkan vaksin. Nah, vaksin itulah yang lebih berbahaya karena dapat membuat janin bayi cacat. 
Namun, masyarakat cenderung langsung cemas hingga melakukan demonstrasi dan menuntut para Dewan Kehormatan untuk melakukan suatu aksi.

KEMUNCULAN KI WILAWUK
Ingat sosok bayangan yang muncul pada mimpi Sancaka? Itu sudah bisa dipastikan adalah Ki Wilawuk. Lalu, apa hubungannya dengan jasad Ayah Sancaka yang bersimbah darah? Ghazul pernah berkata bahwa untuk membangkitkan Ki Wilawuk itu membutuhkan kepala seorang legenda dan darah seorang pahlawan. Mungkin, ini menandakan bahwa Ayah Sancaka, atau seluruh keturunannya, merupakan keturunan pahlawan yang mampu membangkitkan Ki Wilawuk.
Atau Ki Wilawuk adalah musuh bebuyutan nenek moyang Sancaka?

MATERIAL KACA
Walaupun Pengkor adalah antagonis yang dicitrakan sebagai musuh utama, tetapi saya melihat Ghazul adalah dalang utama dari semua permasalahan. Cita-cita dia sudah bisa ditebak; membangkitkan Ki Wilawuk. Namun, keinginannya tidak semudah itu terlaksana karena ada material kaca yang melindungi tubuh Ki Wilawuk. Hanya satu orang yang bisa menghancurkan material kaca tersebut.  Saya bertaruh, Sancaka adalah orangnya.
Oleh karena itu, Ghazul membuat  botol kaca vaksin bermaterial sama dengan kaca yang melindungi tubuh pujaannya. Walhasil, ketika Sancaka menghancurkan botol kaca vaksin, material kaca Ki Wilawuk juga hancur. Sadar atau tidak jika nama ambulans yang mengantarkan vaksin bernama Ghapharma? Mungkin, Ghazul Pharmacy?

Secara garis besar, saya sangat menyukai Gundala. Sebagai penggila horor dan drama, saya terkejut dengan kemampuan saya bertahan dari rasa kantuk selama dua jam saat menonton film ini. Namun, kehormatan adalah milik Mas Joko dan tim yang sudah mengeksekusi Gundala dengan ciamik. Memberikan standar yang tinggi untuk film Jagat Sinema Bumilangit selanjutnya.

Sri Asih, sekarang giliran kamu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar