Sabtu, 12 Maret 2022

Tulus dan Kisah Manusia

Sumber: Tulus Company

Nyaris sepuluh hari semenjak Tulus melahirkan mahakarya teranyar bertajuk Manusia. Nyaris sepuluh hari pula lagu-lagu dalam album tersebut bergantian menyampaikan kisahnya. Ada yang membuat saya berdendang sambil berkhayal memiliki suara sehalus Tulus, ada pula yang membuat saya senyap dan menangis. Suara Tulus yang sederhana dan tak mengandalkan teknik-teknik rumit sukses menyampaikan beragam cerita dengan penuh emosi dan manusiawi. Dalam tulisan ini, saya merekam perasaan saya yang sering muncul tiap kali mendengar lagu-lagu Manusia ini.

Tujuh Belas

Mendengarkan Tujuh Belas membuat saya rindu menyusuri lorong-lorong SMA sambil menyantap tiga gorengan seharga seribu rupiah. Menyumbangkan tawa setelah seorang teman melemparkan lelucon renyah yang entah di mana letak komedinya. Namun, Tulus, beban saya di sekolah bukan hanya matematika. Hampir semua pelajaran menyebarkan rasa cemas. 

Mengenang diri saat tujuh belas membuat saya terlahir kembali dan, untuk sementara, hidup tanpa beban.

Kelana

Salah satu favorit dari album Manusia. Sewaktu Tulus menyanyikan lirik, "Kita ke mana? Mau ke mana? Hendak mencari apa? Menumpuk untuk apa?" saya hanya bisa menjawab entah beberapa kali. Lagu ini punya suasana yang setara dengan duduk di kereta menuju Yogya saat petang hendak berganti senja. Atau saat menyusuri Malioboro saat gerimis sesekali.

Lihat langit di balik jendela bening yang jadi arena juang belasan jam tiap hariku.

Remedi

Pernah mencurahkan semua tentang ragu dan mimpi kita kepada satu orang? Lalu, orang itu menenangkan, berpikir rasional, dan menyemangati tanpa ampun? Nah, Remedi terasa seperti orang itu. Seperti sedang duduk di kursi tunggu bandara, lalu khawatir dan ragu mulai muncul beberapa waktu sebelum kita dibawa terbang. Kita hendak mundur, tetapi Remedi terus menenangkan. Menjanjikan kebaikan di ujung penerbangan dan juga saat kita kembali dari perjalanan.

Aku rasakan yakinmu dilawan ragu. Tapi, sampai kapan?

Interaksi

Salah satu bait pada lagu ini merupakan doa yang sering dilayangkan, betul? Iya, kan? Bukan hanya saya, kan?

Terkadang kita tahu benar bahwa jatuh cinta pada seseorang bisa menciptakan nyeri. Namun, jatuh cinta menyangkut rasa dan kalau sudah begitu, apa daya kita? Walaupun hati sudah merasa akan ada sakit, tetapi rasa mana mau tahu? Kita hanya ingin bertemu, mengobrol, dan jatuh cinta. Oleh karena itu, harapan satu-satunya yang bisa dilayangkan adalah semoga tidak pernah interaksi. Harapanku hanyalah tidak ada interaksi. Dibalut iringan instrumen yang mendayu dan hangat, lagu ini seolah menghibur diri-diri yang telanjur jatuh hati.

Jika seseorang itu bukanlah untuk kita; reda dan redalah.

Ingkar

Mencoba dengan apik untuk beralih, tapi hati memang inginnya tetap dan bermukim dalam hati seseorang. Sekuat apa pun kita untuk pindah hati, tetapi diri kita selalu kembali kepada wajah, memori, dan rasa yang dimunculkan oleh orang yang sama. Lagu akbar para manusia yang masih merindu pada satu orang. Ada yang begitu? Yuk, kasihani orang yang sedang menetapkan hati pada dirimu. Jangan ingkar, ah!

Jatuh Suka

Jatuh Suka punya energi dan suasana yang sama dengan Jatuh Hati milik Raisa. Haha

Lagu ini merekam suasana hati seseorang yang sedang jatuh cinta. Lirik dilantunkan dengan tenang serta diiringi instrumen secara merdu dan syahdu. Namun, rasa yang ada dalam hati Tulus pasti meledak-ledak.

Tulus memang begitu. Dia yang jatuh cinta, dia yang minta maaf dan penuh maklum. Ia mengatakan bahwa hati yang membuatnya jatuh cinta itu mempunyai magis perekat. Seromantis dan semanis itu.

Nala

Sejujurnya, pertama kali menyimak lagu ini saya menangis. Lagu ini hanya mengisahkan satu babak; tentang Nala yang hendak bertemu seseorang. Ia sudah menyiapkan diri terbaiknya, tetapi temu itu diurungkan oleh sosok yang ia suka. Lagu ini merekam kisah dan isi hati Nala yang murung malam itu. Namun, selayaknya manusia yang ingin hatinya hangat, Nala masih penuh harap.

Lalu Nala mengirim singkat sebuah pesan.

Kepadanya Nala bertanya, kapan ada waktu lain lagi.

Saya menangis entah mengasihani Nala atau diri sendiri.

Hati-hati di Jalan

Lirik pertama dinyanyikan oleh Tulus, saya sudah yakin lagu ini akan kondang. Sebuah lagu yang mencerminkan kedewasaan seseorang saat berhadapan dengan perpisahan.

Waktu bersama yang sudah lama, kesamaan dalam suka dan tidak suka, serta bisa saling melengkapi pada akhirnya tidak menjamin sebuah hubungan. Adakala kita harus berpisah di sebuah persimpangan, saling menatap untuk terakhir kalinya, mengharapkan selamat, dan melanjutkan perjalanan. 

Untuk kamu dan aku, "Hati-hati di jalan."

Diri

Definisi me-time dan self-reflection dalam sebuah lagu. Mengingatkan kita untuk berterima kasih pada diri yang sudah melangkah, walaupun lelah sudah pasti sering bersemayam. Mengingatkan jiwa untuk jangan memaksakan diri dan sadar akan kadar cukup. Mengingatkan kita untuk menepi saat lelah hadir.

Berasa sedang duduk depan kaca dan mengeluarkan semua gelisah yang ada. Menepuk bahu sendiri sembari berkata, "Kamu terlalu berharga untuk luka, semua baik-baik saja."

Satu Kali

Lagu terakhir dalam Manusia mengingatkan kita untuk terus menjalani hidup. Seburuk apa pun pengalaman hidup kita pada masa lalu, teruslah hidup dan berjalan. Kita hanya memiliki satu plot hidup; tak ada kilas balik. Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Kesalahan adalah sesuatu yang manusiawi.  Album ini ditutup dengan hiduplah kini. Mungkin, Tulus ingin mengingatkan kita untuk fokus pada diri saat ini. Tak takut masa lalu, tak menyalahkan diri atas salah yang terjadi.

Tulus, boleh rilis album lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar