Sumber: instagram.com/dreamersclub |
Teh Fani menghubungi saya sore tadi. Dia meminta saya untuk membacakan sebuah puisi pada peringatan Sumpah Pemuda yang diselenggarakan oleh Ikatan Duta Bahasa Jawa Barat. Sebagai makhluk yang gugup kalau tampil di depan umum dan sudah tidak terlatih membacakan puisi, tentu saja saya menolak. Namun, Teh Fani akhirnya menawarkan opsi lain. "Puisi Kang Zain aja nanti dibacain sama yang lain," tulisnya.
Saya langsung mengiyakan karena opsi itu lebih baik daripada tampil di depan umum. Walhasil saya mengeluarkan buku dan pensil, lalu berdiskusi dengan diri tentang makna pemuda. Empat puluh menit tangan saya menulis, mencoret, menulis lagi, mencoret lagi. Akhirnya, saya menyalin puisi acak-acakan itu dan mengirimkannya kepada Teh Fani. Berikut puisi yang saya tulis.
BENAK PEMUDA
Dalam benak pemuda ada seribu mesiu
siap ledak dalam ketidakadilan.
Segencat pada jiwa malang
Pemuda meraung
Jadi pandu laik ibu
Dalam benak pemuda tak ada jam istirahat
Di sana letak sejarah dan masa depan
Gerik yang tercipta adalah usaha
Merayakan hidup yang perlu merdeka
Dalam benak pemuda tak ada takut hilang;
dari keramaian,
lengang panjang,
atau pikiran orang.
Di sana titik paling gaduh oleh kemauan.
Sebab itu kerap dibungkam.
Benak pemuda adalah tulang punggung
Resolusi paling elegan
Doa selamat
Restu ibu
Dan kampung halaman
bagi jiwa-jiwa yang merdeka
Terima kasih untuk Teh Nenden, salah satu rekan dubas yang sudah membacakan puisi ini dengan penuh penjiwaan. Selaku penulis, saya selalu meragu untuk memperdengarkan puisi di hadapan orang. Takut memalukan. Haha. Namun, Teh Nenden mampu menyampaikan apa yang ingin saya sampaikan. Maka, saya perlu hormat pada pembacaan yang sudah ia lakukan.
Selamat mengilhami semangat persatuan yang dideklarasikan sembilan puluh dua tahun lalu.
Rahayu selalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar